Kamis, 17 Maret 2011

Penanggulangan AIDS di Kalangan Remaja

HIV/AIDS ialah singkatan bahasa Inggris untuk Human Immunodeficiency Virus/Acquired Immune Deficiency Syndrome. Penyakit ini disebabkan oleh virus HIV yang menyerang dan memusnahkan daya ketahanan badan. Di seluruh dunia setengah dari semua infeksi HIV baru dialami remaja berusia 15-24 tahun. Angka ini menunjukkan, bahwa sejumlah besar remaja aktif secara seksual pada usia dini, dan tidak menggunakan kondom secara teratur.

Selain itu, eksperimentasi dengan narkoba (obat-obatan terlarang), termasuk lewat suntikan, sering juga menjadikan remaja rentan terhadap infeksi HIV. Remaja yang termarjinalkan — termasuk anak jalanan, pengungsi, dan migran — khususnya berisiko bila mereka disisihkan dari pelayanan kesehatan, terekspos seks berisiko (apakah untuk mendapatkan makanan, perlindungan, atau uang, atau sebagai akibat dari tindak kekerasan) atau menggunakan obat-obatan terlarang.

Ketidaktahuan mengenai bagaimana HIV ditularkan
dan bagaimana cara menghindari infeksi memperparah kerentanan segmen penduduk ini. Karena itu mengambil tindakan untuk minimimalisasi ancaman HIV terhadap remaja merupakan kewajiban moral dan sangat penting untuk menghentikan epidemi ini.

Pengalaman menunjukkan, bahwa intervensi bagi remaja dan membangun kemitraan dengan mereka, merupakan upaya yang paling efektif. Di samping memanfaatkan energi dan idealisme orang muda, intervensi semacam itu menguntungkan karena orang muda masih dalam dalam tahap pencarian diri dan pada umumnya lebih terbuka dalam mempertanyakan norma-norma sosial dan perubahan perilaku, dibandingkan generasi yang lebih tua.

Pendekatan ’ABC’

Harus diakui, strategi arus utama penanggulangan HIV/AIDS yang secara eksklusif hanya berdasarkan pada pendekatan “ABC” (abstain, be faithful, use condom) tidak dapat dipertahankan lagi. Karena relasi kuasa yang tidak seimbang antara laki-laki dan perempuan merupakan faktor penting dalam persebaran HIV/AIDS, maka penanggulangannya membutuhkan perubahan konkret yang lebih memberdayakan perempuan. Strategi kampanye pun harus menghubungkan antara isu kekerasan terhadap perempuan dengan epidemi HIV/AIDS.

Dalam situasi di mana kekerasan seksual meruyak, tidak melakukan hubungan seks atau desakan penggunaan kondom bukan pilihan realistis. Perkawinan juga tidak selalu bisa memberikan jalan keluar, kalau laki-laki memiliki banyak teman kencan seksual di luar rumah. Penanggulangan penyebaran HIV/AIDS membutuhkan perubahan konkret dalam hubungan antara perempuan dan laki-laki, dengan lebih memberikan pemberdayaan kepada perempuan dan remaja perempuan.

Ada hubungan langsung antara pemakai narkoba dengan penularan HIV/AIDS. Diperkirakan lebih dari lima persen infeksi HIV di seluruh dunia langsung diakibatkan oleh penggunaan narkoba melalui suntikan. Dari enam sampai tuiuh juta orang di seluruh dunia yang diperkirakan menyuntikkan narkoba, 30 persen adalah pria. Dalam penelitian di 13 kota Indonesia, ditemukan bahwa sebagian besar pengguna narkoba suntikan dengan pasangan seks tetapnya dilaporkan tidak pernah pakai kondom.

Program pencegahan narkoba dan HIV/AIDS salama ini lebih berfokus pada taktik menakut-nakuti, toleransi nol pada narkoba, dan “katakan saja tidak (just say no)”.
Para remaja seringkali tidak serius menerima informasi tentang narkoba dan HIV/AIDS serta meragukan kebenaran informasi yang diperolehnya. Meskipun pengembangan program pencegahan narkoba dan HIV/AIDS sudah dilakukan, sangat sulit mengetahui cara yang mana, jika ada, yang lebih berhasil dibandingkan yang lain.

Ternyata asumsi yang kita pakai bahwa dengan melebih-lebihkan risiko akan menghalangi mereka mencoba, kenyataannya tidak sepenuhnya benar. Masih banyak yang terus menggunakan narkoba dan kemudian terinfeksi HIV. Kita lupa, bahwa bagi mereka yang sudah menggunakan, gertakan dengan melebih-lebihkan risiko tidak cukup manjur.

Jika kita ingin mengembangkan sebuah program kampanye yang ’dekat’ dengan remaja maka hal yang perlu kita lakukan adalah mengetahui kelompok sasaran dan karakteristiknya, lalu memutuskan sikap dan perilaku apa yang ingin diubah dari kelompok sasaran tersebut.

Setelah itu, baru dilanjutkan dengan mengembangkan pesan menarik (sesuai dengan kebutuhan dan psikologis kelompok sasaran) yang dapat membuat kelompok sasaran mencapai hasil akhir yang dinginkan. Sangat menarik dan penting, jika kelompok sasaran terlibat langsung dalam merancang pesan kampanye yang akan dilakukan.

Kurikulum atau informasi yang akan disampaikan harus cocok untuk usia tertentu, menekankan keikut-sertaan remaja serta bahan-bahan pendidikan (informasi) harus didasari pengetahuan yang objektif. Secara sederhana, ini adalah tanggung jawab orang tua dan guru untuk mengajak remaja dan memberikan informasi yang dapat dipercaya agar mereka dapat mengambil keputusan yang bertanggung jawab, menghindari penggunaan narkoba, dan tetap bertahan aman dari HIV/AIDS.

Mengapa beberapa remaja mengarah ke narkoba dan perilaku berbahaya lainnya ketika rekan sebaya yang tumbuh dalam lingkungan yang sama, menentang cara kecanduan dan infeksi HIV yang berbahaya? Kita mendengar alasan mengenai kekerasan, kemiskinan, kurang menghargai seksualitas, kegagalan di sekolah. Tetapi kenyataannya adalah banyak remaja mengalami kekerasan di rumah, namun tidak menengok ke narkoba dan perilaku berisiko terinfeksi HIV.

Memahami kondisi ini, sangat penting sebagai landasan strategis bagi kita untuk mengembangkan sebuah program kampanye narkoba dan HIV/AIDS berperspektif remaja, di mana hak asasi diakui, kondisi psikologis dipertimbangkan, kebutuhan diperhatikan, dan proses diperhitungkan.

Begitu juga dengan fenomena narkoba dan HIV/AIDS sehubungan dengan program kampanye penanggulangan yang akan kita rancang. Nilai-nilai ini lebih baik dipelihara dalam masyarakat yang penuh perhatian dan mendukung. Sekolah-sekolah, lembaga keagamaan, organisasi kemasyarakatan, siapapun, punya peranan yang berarti.

Masalah narkoba hanya dapat dihadapi sepenuhnya ketika “kita”, bukan “mereka”, meneliti kehidupan, nilai-nilai dan prioritas kita sendiri. Sebagai orang tua, politisi, guru dan perawat, kita semua mempunyai tanggung-jawab untuk menentukan “macam” masyarakat seperti apa yang kita inginkan untuk anak dan cucu kita. Menyalahkan korban, menghukum pecandu, adalah tanggapan enteng terhadap masalah kita bersama. Jika kita ingin menyelamatkan saudara kita, kita semua harus menunjukkan kepada mereka bahwa kita peduli. (11)

Komentar :

ada 0 komentar ke “Penanggulangan AIDS di Kalangan Remaja”

Posting Komentar

English French German Spain Italian Dutch Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
Cerita Hot Cuma ada disini.....
Download Sekarang
 
Terima Kasih Sudah Mengunjungi Paijo Oto Tips

Entri Populer

This Blog is proudly powered by Blogger.com | Template by Angga Leo Putra